Pelesiran Pura Luhur Andakasa, Pura Silayukti, dan Pura Goa Lawah
Posted: January 31, 2017 Filed under: BUDAYA, DIARI, HOBI | Tags: kedamaian, pencerahan, pura goa lawah, pura luhur andakasa, pura silayukti, Rahajeng, Rahayu, sejahtera, spiritual day Leave a commentSuatu ketika dilakukan perjalanan spiritual di Bali bagian Timur. Tirta Yatra dilakukan bersama Turah Agung dan Dewa Ayu sekalian pelesiran mencari suasana.
Berangkat dari Denpasar kami mampir dulu di Pesinggahan Klungkung untuk sekedar mencari angin dan mengisi bahan bakar perut.
Pura pertama yang kami kunjungi yaitu Pura Goa Lawah, disini kita sembahyang dan sekedar menikmati seliweran kelelewar yang jumlahnya banyak sekali. Sungguh indah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Setelah selesai di Pura Goa Lawah kami langsung menuju Pura Andakasa yang letaknya lumayan dekat dari sana. Ya Pura Andakasa merupakan salah satu dari 9 Pura Dewata Naw Sanga yang ada di Bali.
Sungguh senang bisa bersembahyang di Pura yang keren ini. hoho. Suksma Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas asung kertha waranugraha Nya. Seusai sembahyang kami sempat membeli sebotol arak asli Karangasem yang ada di warung depan pura.
Lumayan seru hari ini bisa sembahyang ke beberapa Pura yang terkenal di Bali khususnya bagian Timur.
Setelah selesai sembahyang di Pura Andakasa kami fotoan sejenak dan menikmati semilir angin yang menghampiri langit cerah siang ini.
Menjelang sore kami bertolak menuju Pura Silayukti yang lokasinya di Padang Bai, lumayan dekat dari Pura Andakasa.
Disana kami sempat mampir sejenak di pinggir pantai dan menikmati biru laut menawan. Hamparan samudra yang membentang menyadarkan kita bahwa hidup ini begitu lengkap dan teramat indah.
Banyak pula wisatawan mancanegara yang melakukan persembahyangan di Pura Silayukti.
Disamping kisah persembahyang, disini juga terjadi kisah perkenalan dua sejoli yang saling bersama, eeeaaaaaaaa. Semangat maksimal Turah ajuzzz.
Banyak hal yang terjadi di hari ini yang belum bisa diungkapkan, yang pasti kita semua pada hari ini sangat bahagia sentosa.
Bila para sahabat sempat mampir ke Bali bagian Timur, sangat bagus mencoba mengunjungi Pura Andakasa, Pura Goa Lawah dan Pura Silayukti, wisata spiritual sekaligus cuci mata. hehehe.
Terima kasih sudah berkunjung kawan, sampai jumpa di pertemuan berikutnya. Tetap jaga semangat dan perdamaian abadi, selamat menikmati hidup ini dalam kebahagiaan yang kongruen.
Untuk mengetahui Pura Andakasa lebih lanjut, semeton bisa berselancar di situs babad bali, silayukti dan andakasa.
Jalan-jalan ke Desa Adat Tenganan Bali Aga
Posted: January 31, 2017 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: adat istiadat, aga, Asri, BALI, Damai, INDAH, KARANGASEM, khas, love, mantap mamen, PELESIRAN, perang pandan, sejuk, tenganan, wisata budaya Leave a commentTenganan Bali merupakan tempat fenomenal yang ada di Bali, dimana terdapat suku Bali Aga yang mendiami area ini.
Menurut sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata “tengah” atau “ngatengahang” yang memiliki arti “bergerak ke daerah yang lebih dalam”. Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).
Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, yang dulu disebut sebagai Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki aroma dari bangkai (carrion) kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan.
Agenda jalan-jalan ke Tenganan dilakukan bersama dengan keluarga besar Ida Bagus Muter. Ada Ibu Jero Sukreni, Gus Rai, Gus Adi, Gus Abi, Riza Permana, Ida Bagus Djelantik, Monicha Febri dan Nuniek Hutnaleontina.
Sejenak menikmati tuak Tenganan Karangasem di sebuah Jineng, bangunan kuno khas Bali.
Jalan-jalan di Tenganan ini juga dalam rangka Ibu Jero Sukreni bertemu dengan teman lamanya pada saat PKL dulu di masa sekolah.
Lumayan lah menikmati hari indah di tempat yang fenomenal dan klasik ini.
Keseharian kehidupan di desa ini masih diatur oleh hukum adat yang disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842. Rumah adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah.
Penduduk desa ini memiliki tradisi unik dalam merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis bagi calon pemimpin desa. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat (sekitar Juli) akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan (perang pandan). Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan. Walaupun akan menimbulkan luka, mereka memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai dewa perang.
Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita Karana terdiri dari Perahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).
Terima kasih sudah berkunjung sobats, jangan lupa mampir ke Tenganan ya bila sedang pelesiran di Bali bagian Timur. Sampai jumpa di kesempatan lainnya, selamat beraktivitas semoga kita semua sehat dan bahagia selalu, aamiin…..
Untuk mengenal Desa Tenganan lebih lanjut bisa melalui situs Wikipedia Tenganan, Aroeng Binang, Kompas Travel.
Berbagi dengan sahabat Panti Asuhan Yasa Kerthi Karangasem
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: BALI, berbagi itu indah, bless, charity, god, happy, ida bagus rai ekarsa, KARANGASEM, panti asuhan yasa kerthi, Peace, Ulang Tahun, us Leave a commentYayasan Yasa Kerti Karangasem adalah sebuah yayasan yang saat ini menampung sekitar 30 orang anak.
Mereka terdiri dari 7 orang anak sekolah dasar, 12 orang anak SMP, dan 11 orang SMA.
Kunjungan ke Panti Asuhan Yasa Kerthi dilakukan bersama dengan keluarga besar Ida Bagus Ketut Muter dalam rangka ulang tahun anak beliau, Ida Bagus Rai Ekarsa.
Rombongan terdiri dari Ratu Aji Muter, Ibu Jero, Gus Rai, Riza Permana, Nuniek Hutnaleontina, Gus Abi, Gus Adi, Yusti Effendi, Ida Bagus Djelantik, dan Monicha Febri.
Kunjungan diisi dengan kuis, olahraga bareng, permainan Anti Korupsi dan makan-makan serta berdoa bareng.
Sungguh senang hati bisa berbagi dengan anak-anak Panti Asuhan, bisa saling memahami dan memaknai hidup.
Semangat buat kita semua ya, astungkara semuanya sehat dan bahagia selalu, svaha..
Bagi para sahabat yang ingin melaksanakan bhakti sosial di seputaran Karangasem, bisa memilih Panti Asuhan Yasa Kerthi sebagai salah satu tujuan.
Bermain sambil bercanda sambil menikmati suasana.
Anak-anak harus diberikan pendidikan Anti Korupsi sejak dini untuk menjadikan kader-kader penerus bangsa pribadi yang elok nan indah permai.
Demikianlah sekilas sharing mengenai ulang tahun Ida Bagus Rai Ekarsa melalui kegiatan berbagi di Panti Asuhan Yasa Kerthi. Terima kasih sudah berkunjung sobats, sampai jumpa lagi di lain waktu.
Terima kasih sudah berkunjunga sobat, untuk mengetahui Yayasan Yasa Kerthi lebih lanjut bisa berselancar di situs Stoples
Journey to Uluwatu Temple
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, DIARI, HOBI, Uncategorized | Tags: aman, BALI, Damai, Dewata Nawasanga, dirgahayu RI 71, god bless us, layangan janggan, menyambut hari kemerdekaan, merdeka, mertasari sanur, naga raja, Pura Uluwatu, Rahajeng, Rahayu, sentosa, spiritual day, terima kasih Tuhan Leave a commentPura Luhur Uluwatu atau Pura Uluwatu merupakan pura yang berada di wilayah Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Badung.
Pura yang terletak di ujung barat daya pulau Bali di atas anjungan batu karang yang terjal dan tinggi serta menjorok ke laut ini merupakan Pura Sad Kayangan yang dipercaya oleh orang Hindu sebagai penyangga dari 9 mata angin. Pura ini pada mulanya digunakan menjadi tempat memuja seorang pendeta suci dari abad ke-11 bernama Empu Kuturan. Ia menurunkan ajaran Desa Adat dengan segala aturannya. Pura ini juga dipakai untuk memuja pendeta suci berikutnya, yaitu Dang Hyang Nirartha, yang datang ke Bali pada akhir tahun 1550 dan mengakhiri perjalanan sucinya dengan apa yang dinamakan Moksah atau Ngeluhur di tempat ini. Kata inilah yang menjadi asal nama Pura Luhur Uluwatu.
Pura Uluwatu terletak pada ketinggian 97 meter dari permukaan laut. Di depan pura terdapat hutan kecil yang disebut alas kekeran, berfungsi sebagai penyangga kesucian pura.
Pura Uluwatu mempunyai beberapa pura pesanakan, yaitu pura yang erat kaitannya dengan pura induk. Pura pesanakan itu yaitu Pura Bajurit, Pura Pererepan, Pura Kulat, Pura Dalem Selonding dan Pura Dalem Pangleburan. Masing-masing pura ini mempunyai kaitan erat dengan Pura Uluwatu, terutama pada hari-hari piodalan-nya. Piodalan di Pura Uluwatu, Pura Bajurit, Pura Pererepan dan Pura Kulat jatuh pada Selasa Kliwon Wuku Medangsia setiap 210 hari. Manifestasi Tuhan yang dipuja di Pura Uluwatu adalah Dewa Rudra.
Pura Uluwatu juga menjadi terkenal karena tepat di bawahnya adalah pantai Pecatu yang sering kali digunakan sebagai tempat untuk olahraga selancar, bahkan even internasional seringkali diadakan di sini. Ombak pantai ini terkenal amat cocok untuk dijadikan tempat selancar selain keindahan alam Bali yang memang amat cantik.
Perjalanan spiritual ke Pura Uluwatu ini dilakukan bersama dengan Sekaa Teruna Teruni Eka Manggala Danendra, Banjar Tengah Kelurahan Peguyangan, Denpasar Bali.
Tirta yatra rutin di pulau Bali ini dilakukan oleh Sekaa Teruna Teruni untuk menjalin keakraban sekaligus tamasya dan mendekatkan kerohanian kepada Sang Pencipta.
Sungguh menyenangkan melakukan perjalanan spiritual persembahyangan bersama para pemuda pemudi. Suasana semakin khusuk dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan yang dijunjung erat.
Sepulangnya dari Pura Ulawatu, kami semua bergerak menuju Pantai Mertasari ada peluncuran layang-layang janggan terbesar di dunia yaitu Naga Raja.
Untuk siang hari ini, ekor dari Naga Raja terputus pada saat mengudara sehingga belum bisa menyaksikan terbang sempurnanya, namun kami semua sudah senang dan riang… eeaaaaaa…..
Yah demikianlah sekilas sharing kebahagiaan kami pada hari ini. Semoga kita semua bahagia dan sehat selalu sobats, astungkara.
Terima kasih sudah berkunjung sahabat, sampai jumpa lagi di lain waktu, bila berkunjung ke Bali jangan lupa main ke Pura Uluwatu ya atau Pantai Mertasari. hehehehe. Semoga harinya semakin bahagia dan menyenangkan.
Untuk mengetahui Pura Uluwatu lebih rinci teman-teman bisa berselancar di situs Wikipedia, Sejarah Uluwatu.
Meajar-ajar ring Pura Hulundanu Batur, Songan Kintamani
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: BALI, Damai, family, kintamani, meajar-ajar, pura hulundanu batur, Rahajeng, Rahayu, Selalu, SEMBAHYANG, songan, spiritual day, TIRTAYATRA Leave a commentTirta yatra ke Pura Songan Kintamani dilakukan bersama dengan keluarga besar. Ada Aristawati, Komang Trisna , Agus Yoga Sugama, Ketut Dira Peguyangan, Made Kopi Gun, Turah Manik Wirayudha dan semeton lainnya.
Tujuan tirta yatra ini yaitu untuk meajar-ajar, istilah gaulnya spiritualnya tamasya. hehe.
Meajar-ajar ini dilakukan setelah selesainya upacara Memukur 2016 di Puri Peguyangan, Denpasar Bali. Kakek dan nenek ikut memukur ring Puri Peguyangan juga.
Sangat seru dan menyenangkan meajar-ajar di Pura Songan Kintamani, suasananya asri dan indah serta menenangkan. Astungkara kepada Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa kami bisa berkesempatan tirta yatra ke Kintamani.
Walaupun awal mencari lokasinya agak membingungkan, bertanya kesana kemari, hehe, akhirnya ketemu juga.
Bersama crew gokil dan gaul perjalanan ini menjadi super menyenangkan dan menggairahkan.
Untuk sahabat yang berpelesiran di Bali bagian Utara bisa mencoba refreshing sejenak mencuci paru-paru dan merenggangkan urat saraf otak menikmati oksigen dan angin lalu di daerah Kintamani, khususnya Pura Songan Kintaman. Terima kasih sudah berkunjung ya sahabat, sampai ketemu lagi di waktu berikutnya. Tetap semangat dan jangan lupa bahagia ya guys.
Untuk mengenal Pura Hulundanu Batur Songan para kawan bisa mencoba berselancar di situs Hulundanu Batur Songan.
Melukat Pembersihan ring Pura Telaga Waja Tegallalang, area terbaik tanpa busana
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: aman, BALI, Damai, Fokus Hyang Pencipta, Gianyar, Pura Telaga Waja, Rahajeng, Rahayu, salunglung sabayantaka, Tanpa Busana, Tegallalang, Tempat Melukat Terbaik, tenang, tenteram Leave a commentPura Telaga Waja terletak di Banjar Kapitu, Desa Kendran, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar.
Untuk menuju lokasi pura bisa dicapai melalui dua jalan.
Kalau dari Ubud, anda cari dulu perempatan yang ada patung arjuna di Peliatan. Pura Telaga Waja terletak sekitar 4 km di utara dari titik ini. Dari patung arjuna tersebut masuklah ke Jalan Andong di Ubud. Darisana terus ke utara melewati Petulu dan carilah gedung balai banjar dari Banjar Gentong. Dari gedung balai banjar tersebut, terus ke utara sekitar 50 meter. Ada pertigaan dan ambil belok kanan atau ke timur, yang ada plang penujuk arah ke Pura Griya Sakti Manuaba. Dari pertigaan tersebut sudah dekat, sekitar 1 km lagi. Kalau dari arah Ubud, maka Banjar Kapitu menjadi banjar pertama saat melintasi Desa Kendran.
Kalau dari Tampaksiring, anda cari dari dulu perempatan Tampaksiring [yang kalau ke timur ke Pura Tirta Empul, ke utara ke Istana Tampaksiring, ke selatan ke Bedulu-Gianyar dan ke barat ke Tegalalang]. Anda ambil jalan ke Tegalalang itu. Terus saja sampai mentok pertigaan. Kalau belok kanan [ke utara] itu ke Desa Sebatu dan kalau belok kiri [ke selatan] itu ke Desa Kendran. Kita ambil jalan yang ke arah Desa Kendran. Kalau dari arah Tampaksiring, maka Banjar Kapitu menjadi banjar terakhir saat melintasi Desa Kendran.
Parkir kendaraan anda di dekat gedung balai banjar dari Banjar Kapitu. Dari sana perjalanan kita lanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 250 meter melewati perkampungan, sawah, tegalan, jembatan kecil dan hutan desa. Kita akan melewati ratusan anak tangga menurun. Sehingga memerlukan sedikit stamina ekstra disini, terutama disaat nanti balik pulang. Tapi dengan niat tulus dan tujuan baik, maka kita akan dapat melewatinya tanpa keluhan dan halangan.
Dalam perjalanan spiritual ini, dilakukan bersama dengan Putu Nuniek Hutnaleontina.
Iseng kami berencana melukat di Pura Telaga Waja yang sangat sakral.
Bagi sahabat yang ingin melukat disini, tidak diperbolehkan menggunakan kain sehelaipun, jadi harus telanjang bulat.
Diyakini secara mistis, melukat di Pura Telaga Waja bisa mengharmoniskan hubungan suami istri.
Suasana di kawasan magic ini sangat asri dan mendamaikan jiwa.
Bagi sahabat yang ingin melukat di Pura Telaga Waja, bisa menyiapkan canang ataupun sebuah pejati untuk dihaturkan di pelinggih nya.
Begitu memasuki area utama maka akan sangat terasa suasana dan aura mistisnya, sungguh menggugah rasa dan menentramkan jiwa.
Demikianlah sekilas mengenai perjalanan kencan spiritual di Pura Telaga Waja.
Sang bebek pun turut mengantar pamitnya kami dari area yang sangat mengagumkan ini.
Terima kasih buat para sahabat sudah bersedia sekedar berkunjung.
Bila sedang pelesiran / liburan di Bali, sangat dianjurkan untuk sekedar mencoba menelusuri kawasa suci Pura Telaga Waja.
Penduduk disini ramah-ramah lho, kami bahkan diberikan canang gratis untuk persembahyangan (lupa membawa canang).
Sebaiknya para sahabat menyiapkan canang dari rumah / Denpasar, karena diseputaran areal Pura belum ditemukan penjual canang.
Sekali lagi terima kasih banyak dan sampai jumpa lagi di lain waktu sobats. Untuk mengetahui Pura Telaga Waja secara lebih dalam, para sahabat bisa berselancar di situs Pura Telaga Waja.
Journey to the Temple of the King “Pura Lempuyang Luhur”
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, DIARI, HOBI | Tags: Astungkara, BALI, Damai, KARANGASEM, Peace, pura luhur lempuyang, Rahajeng, Rahayu, semeton sinamian, temple of the king, tur spiritual 4 CommentsPura ini disebutkan dalam dewata nawa sanga sebagai tempat untuk memuja Dewa Iswara, dilambangkan dengan warna putih sebagai dewa pengemban dharma.
Gunung ini sekarang lebih dikenal dengan nama Lempuyang Luhur.
Terima kasih sudah berkunjung sobat, untuk mengetahui Pura Luhur Lempuyang lebih rinci kawan-kawan bisa berselancar di situs Babad Bali, Input Bali, dan parris bali
Maturan ring Pura Luhur Goa Lawah Klungkung
Posted: January 30, 2017 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: BALI, Damai, Dewata Nawasanga, INDAH, karya gede ring pak man bung sukariawan, KHUSUK, KLUNGKUNG, pura goa lawah, sejuk, syukur, tenang, upakara Leave a commentDari ribuan jumlah pura di Bali, beberapa di antaranya berstatus Pura Khayangan Jagat. Salah satunya Pura Goa Lawah. Pura ini berdiri di wilayah pertemuan antara pantai dan perbukitan dengan sebuah goa yang dihuni beribu-ribu kelelawar. Lontar Padma Bhuwana menyebutkan Pura Goa Lawah merupakan salah satu kayangan jagat/sad kahyangan sebagai sthana Dewa Maheswara dan Sanghyang Basukih, dengan fungsi sebagai pusat nyegara-gunung. Bagaimana sejarah pura yang menempati posisi di bagian tenggara itu?
Pura Goa Lawah merupakan suatu kawasan yang suci dan indah. Di situ ada perpaduan antara laut dan gunung (lingga-yoni). Seperti namanya, di pura ini terdapat goa yang dihuni ribuan kelelawar. Gemuruh riuh suara kelelawar tiada henti, pagi, siang apalagi malam. Sekejap puluhan, ratusan bahkan ribuan ekor terbang. Sebentar lagi datang, bergantungan, bergelayutan, berdesak-desakkan di dinding-dinding karang goa. Terdengar begitu riuh bagaikan nyanyian alam yang abadi sepanjang masa. Belum lagi munculnya ular duwe (konon milik dewa), lelawah (kelelawar) putih, kuning dan brumbun, menambah suasana makin mistik di Pura yang berada di Desa Pesinggahan, Dawan, Klungkung itu.
Sementara di mulut goa terdapat beberapa palinggih stana para Dewa. Di pelatarannya, juga berdiri kokoh beberapa meru dan sthana lainnya.
Lokasinya sekitar 20 kilometer di sebelah timur kota Semarapura, Klungkung atau kurang lebih 59 kilometer dari kota Denpasar. Umat Hindu silih berganti menghaturkan bhakti dengan berbagai tujuan. Terutama ketika berlangsung piodalan/pujawali yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali (210 hari) yakni pada Anggara Kasih Medangsia. Upacara nyejer selam 3 hari dengan penanggung jawab, pengempon pura yakni Krama Desa Pakraman Pesinggahan.
Di samping juga dilaksanakan aci penyabran yang dilakukan secara rutin pada hari-hari suci seperti Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, Pagerwesi, Saraswati, Siwaratri dan lainnya.
Begitu juga dengan umat Hindu dari seluruh pelosok Bali, setiap harinya ada saja yang menggelar upacara meajar-ajar atau nyegara-gunung.
Siapa yang membangun Pura Goa Lawah dan kapan dibangun?
Sulit mengungkap dan membuka secara gamblang misteri itu. Di samping karena usia bangunan pemujaan tersebut sudah tua, juga jarang ada narasumber yang benar-benar mengetahui seluk beluk keberadaannya.
Memang, ada beberapa lontar yang selintas menulis keberadaan Pura Goa Lawah. Tetapi, sangat jarang yang berani membuka secara jelas dan gamblang, siapa dan kapan salah satu pura Sad Kahyangan itu dibangun.
Jika dirunut dari kata goa lawah, secara harfiah sedikit tidaknya dapat dijelaskan bahwa goa berarti goa (lobang) dan lawah berarti kelelawar. Jadi goa lawah bisa diartikan goa kelelawar. Dalam beberapa lontar, sekilas ada yang menyimpulkan secara garis besarnya bahwa pura-pura besar yang berstatus Kahyangan jagat dan Sad Kahyangan di Bali dibangun oleh pendeta terkenal, Mpu Kuturan.
Hal itu terbukti dengan disebutnya Pura Goa Lawah dalam lontar Mpu Kuturan. Sebagaimana dihimpun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung yang saat ini tengah mempersiapkan penerbitan buku tentang ”Pura Goa Lawah.” Dalam rekapan buku yang rencananya dipasupati bersamaan dengan pujawali di Pura Goa Lawah, 23 Mei mendatang, diceritakan, Mpu Kuturan datang ke Bali abad X yakni saat pemerintahan dipimpin Anak Bungsu adik Raja Airlangga. Airlangga sendiri memerintah di Jawa Timur (1019-1042). Ketika tiba, Mpu Kuturan menemui banyak sekte di Bali. Melihat kenyataan itu, Mpu Kuturan kemudian mengembangkan konsep Tri Murti dengan tujuan mempersatukan semua sekte tersebut.
Kedatangan Mpu Kuturan membawa perubahan yang sangat besar di wilayah ini, terutama mengajarkan masyarakat Bali tentang cara membuat pemujaan terhadap Hyang Widhi yang dikenal dengan sebutan kahyangan atau parahyangan.
Mpu Kuturan pula yang mengajarkan pembuatan Kahyangan Tiga di setiap desa pakraman di Bali serta mengukuhkan keberadaan Kahyangan Jagat yang salah satunya adalah Goa Lawah. Sebagaimana tertulis dalam lontar Usana Dewa, Mpu Kuturan juga tercatat sebagai perancang bangunan pelinggih di Pura-Pura seperti gedong dan meru serta arsitektur Bali. Begitu juga dengan berbagai jenis upacara-upakara dan pedagingan pelinggih. Hal itu termuat dalam lontar Dewa Tatwa. Mpu Kuturan telah membuat landasan prikehidupan yang sangat prinsip seperti aturan-aturan ketertiban hidup bermasyarakat yang diwarisi sampai saat ini dalam bentuk Desa Pakraman.
Di samping nama Mpu Kuturan, patut juga dicatat perjalanan Danghyang Dwijendra atau Danghyang Nirartha yang dikenal juga dengan gelar Pedanda Sakti Wawu Rawuh. Maha pandita ini berada di Bali saat Bali dipimpin Raja Dalem Waturenggong (1460-1550 Masehi), seorang raja yang sangat jaya pada masanya dan membawa kejayaan Nusa Bali. Danghyang Nirartha merupakan seorang pendeta yang melakukan tirthayatra ke seluruh pelosok Pulau Bali, termasuk juga ke pulau Lombok dan Sumbawa.
Kaitannya dengan Pura Goa Lawah. Lontar Dwijendra Tatwa menyebutkan perjalanan Danghyang Nirartha diawali dari Gelgel menuju Kusamba. Tetapi, di Kusamba Danghyang Nirartha tidak berhenti. Perjalanannya berlanjut hingga ke Goa Lawah. Saat itulah, Danghyang Nirartha bisa melihat gunung yang indah. Perjalanan dihentikan. Sang pendeta masuk ke tengah Goa. Melihat-lihat goa kelelawar yang jumlahnya ribuan. Di puncak gunung goa itu bunga-bunga bersinar, jatuh berserakan tertiup angin semilir, bagaikan ikut menambah keindahan perasaan sang pendeta yang baru tiba. Dari sana beliau memandang Pulau Nusa yang terlihat indah. Lalu membangun padmasana yang notebena tempat bersthana para dewa.
Pura Goa Lawah awalnya dipelihara dan dijaga Gusti Batan Waringin atas petunjuk Ida Panataran yang notebene putra dari Ida Tulus Dewa yang menjadi pemangku di Pura Besakih. Penunjukkan itu mengingat Goa Lawah memiliki hubungan benang merah dengan Pura Besakih. Pura Goa Lawah merupakan jalan keluar Ida Bhatara Hyang Basukih dari Gunung Agung tepatnya di Goa Raja, terutama ketika berkehendak masucian di pantai.
Dalam babad Siddhimantra Tatwa disebutkan ada kisah pertemuan antara Sanghyang Basukih di kawasan Besakih dengan Danghyang Siddhimantra, salah seorang keturunan Mpu Bharadah. Sanghyang Basukih yang merupakan nagaraja, memiliki peraduan di sebuah goa yang berada di bawah Pura Goa Raja Besakih yang konon tembus ke Goa Lawah. Dalam hubungan ini acapkali terlihat secara samar sosok seekor naga ke luar dari Pura Goa Lawah, menyeberang jalan lalu menuju pantai. Orang percaya itulah Sanghyang Basukih yang berdiam di goa sedang menyucikan diri, mandi ke laut.
Goa dari Pura Goa Lawah ini, menurut krama Pesinggahan tembus di tiga tempat masing-masing di Gunung Agung (Goa Raja Besakih), Talibeng dan Tangkid Bangbang. Ketika Gunung Agung meletus tahun 1963, ada asap mengepul keluar dari muara goa lawah. Ini suatu bukti Goa Raja Besakih tembus Goa Lawah.
Jika menengok ke belakang yakni pada zaman Megalitikum, di mana pada zaman itu selain menghormati kekuatan gunung sebagai kekuatan alam yang telah menyatu dengan arwah nenek moyang yang mempunyai kekuatan gaib, juga menghormati kekuatan laut di samping kekuatan-kekuatan alam lainya, seperti batu besar, goa, campuhan, kelebutan dan lainnya. Dalam kehidupan masyarakat Bali yang kental dengan pengaruh dan sentuhan agama Hindu, pemujaan terhadap kekuatan segara-gunung memang merupakan dresta tua. Tetapi sampai saat ini masih bertahan dan terus berlanjut. Karena pada intinya, pemujaan terhadap Dewa Gunung atau Dewa Laut, sesungguhnya telah mencakup pemujaan kepada kekuatan alam yang notabene penghormatan yang amat lengkap. Atas dasar itulah, Pura yang awalnya sangat sederhana itu, kini lebih dikenal sebagai kekuatan alam yang bersatu dengan kekuatan magis arwah nenek moyang. Laut yang berada di depan pura, sekarang telah menyatu dengan segala kekuatan yang dihormati dan dipuja masyarakat guna mendapat ketentraman dan kesejahteraan hidup.
Dari kilasan di atas, jelas bahwa Pura Goa Lawah memiliki sejarah yang cukup panjang. Berawal dari pemujaan alam goa kelelawar, gunung dan laut di zaman Megalitikum, lalu dikembangkan/ditata dan kemudian dibangun pelinggih-pelinggih sthana para Dewa dan Bhatara oleh Mpu Kuturan abad X kemudian disempurnakan lagi dengan membangun Padmasana oleh Danghyang Dwijendra pada abad XIV-XV. Lengkaplah keberadaan Pura Goa Lawah, seperti yang kita lihat dan warisi sampai sekarang. Namun yang perlu dicatat, Nyegara-Gunung yang digelar di Pura Goa Lawah, mengandung makna terima kasih ke hadapan Hyang Widhi dalam manifestasi Girinatha (pelindung gunung) dan Baruna sebagai penguasa laut, atas pemberian amerta baik kepada sang Dewa Pitara-jiwa leluhur yang telah suci maupun kepada sang Yajamana, Sang Tapini dan Sang Adrue Karya. Atas dasar konsep inilah Umat Hindu memuliakan gunung dan laut sebagai sumber penghidupan. Memuliakan gunung dan laut bukan berarti umat Hindu menyembah gunung dan laut, tetapi yang dipuja adalah Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pelindung gunung dan penguasa laut.
Foto – foto dalam artikel ini diambil pada saat melakukan persembahyangan di Pura Goa Lawah dan pantai di depannya, dalam karya agung yang dilakukan oleh keluarga besar I Nyoman Sukariawan alias Pak Man Bung, dari Banjar Tengah Peguyangan, Denpasar Bali.
Ritual nyegara gunung di Pura Goa Lawah ini, dilakukan juga bersama sahabat coo Nyoman Wardhana alias Komang Kocox. hehe.
Bagi para sahabat yang berpelesiran di Bali, bisa mencoba suasana alam di seputaran kawasan Goa Lawah. Sekedar menyegarkan suasana dan barangkali bisa menenangkan pikiran menemukan inspirasi.
Semangat ya sobat menikmati hari kebahagiaan bahwasanya hidup itu indah.
Mari kita selalu jaga kedamaian, persahabatan dan ketertiban dunia. Salam manis dari pulau seribu pura.
Sampai jumpa lagi di lain waktu dan terima kasih sudah berkunjung ya.
Untuk cerita mengenai Pura Goa Lawah bisa selengkapnya di lihat di situs Bali Tua, Wisata Bali Utara, Gusregi.
Pementasan Wayang Dalang Inovatif ‘Cenk Blonk’ di Pesta Kesenian Bali 2016
Posted: September 9, 2016 Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: Bahagia, BALI, BUDAYA, Damai, dan adat, istiadat, MANTAP, pelestarian, pementasan di pesta kesenian bali 2016, Rahajeng, Rahayu, riang, wayang kulit inovatif cenk blonk Leave a commentDalam acara Pentas Kesenian Bali di Art Centre Denpasar, tampillah sebuah dalan inovatif Wayang Cenk Blonk.
Mebalih wayang kulit ini dilakukan bersama dengan pasukan Sekaa Teruna Eka Manggala Danendra, Banjar Tengah Kelurahan Peguyangan, ada Rizkhy Bhaswara, Gozy, Muliadipta, Putu Say, I Wayan Hendra Wirawan dan Made Ari Saputra alias Made Sholind.
Di penghujung acara menyempatkan diri untuk berfoto dengan Sang Dalang, Bapak Nardayana.
Yah pegelaran wayang kulit inovatif Cenk Blonk sedang nge hits di masyarakat, lucu kocak dan mantap maksimal, hehe.
Bila kawan-kawan berkunjung ke Bali , ada bagusnya mencoba untuk menikmati kesenian adat wayang kulit sehingga bisa memberikan rasa dan nuansa yang baru dalam aura holiday yang berkesan.