Rangkaian Penyambutan Tahun Caka 1938
Posted: April 5, 2016 | Author: Dwipayana Cool | Filed under: BUDAYA, HOBI | Tags: Angker, Badung, Bersatu, Bhoma Pralaya, Bir Bintang, Bongkasa, Damai, Ganesha, Gedung Bali Festival, Kebersamaan, Kekompakan, Kota Denpasar, Kumpul Keluarga, Lomba Ogoh-ogoh, Makan Bareng Ibu, Medusa, Melasti, Melis, Nara Vasavatti, Ngembak Geni, Ngiring, NYEPI, Pantai Padang Galak Bali, Patroli, Patroli Ogoh-ogoh, Pecalang, Pemuda Banteng, Penghangat, Pura Pasih Kakul Peguyangan, Santhi, Sapuh Leger, Sepi Dedet, Seram, Sesajen, Subali Sugriwa, SUNRISE, Tabanan, Tahun Caka 1928, Uji Nyali | Leave a commentRangkaian penyambutan tahun Caka 1938, pemerintah kota Denpasar melakukan kompetisi pembuatan ogoh-ogoh.
Salah satu ogoh-ogoh yang sempat aku kunjungi bersama teman-teman yaitu Bhoma Pralaya.
Ogoh-ogoh ini keesokan harinya ternyata mendapatkan poin tertinggi sekota Denpasar. Sungguh seni banget sekaa teruna yang membuat ogoh-ogoh ini.
Sempat juga melihat ogoh-ogoh dengan cerita yang hampir sama seperti ogoh-ogoh di banjar Tengah Peguyangan, yaitu Sapuh Leger.
Dari Denpasa Utara hingga Selatan kami memantau pembuatan ogoh-ogoh, sekedar sebagai inspirasi. hehe.
Ada juga ogoh-ogoh Detya Mara Vasavatti dan Subali vs Sugriwa.
Tidak ketinggalan ogoh-ogoh Ganesha menunggangi tikus.
Sampai ogoh-ogoh Medusa dari Eropa.
Sungguh kreatif dan inovatif pemuda bali dalam mengkreasikan seni budaya melalui ogoh-ogoh dalam penyambutan Nyepi yang semarak ini.
Rangkaian penyambutan Nyepi 1938 ini dimulai dengan proses Melasti di pantai Padang Galak Bali.
Ada Gede Andi Prasetya, Putu Mahendra, dan Gede Yudhi Permadhi yang menemani menikmati sunrise.
Sempat dilakukan patroli di bekas gedung Festival Bali.
Gedung Festival Bali merupakan tempat dilakukannya uji nyali Masih Dunia Lain.
Kawasan magis ini begitu mistik dan gaib.
Sebelum melanjutkan patroli dilakukan sembahyang bareng di pesisir pantai Padang Galak.
Berikut beberapa foto-foto teman yang ikut menikmati aura magis Taman Bali Festival.
Tampak juga beberapa penjaga keamanan / Pecalang juga ikut menikmati kawasan angker ini.
Huka – huka men!
Seram namun kadang bikin penasaran.
Hingga menembus semak belukar masuk ke dalam.
Setelah tembus di pesisir pantai kami menaiki tembok agar tidak memutar arah lagi menuju tempat semula.
Seru juga jalan-jalan pagi ini, menyehatkan dan hati gembira.
Matahari semakin meninggi, kami semua berpamitan dari pantai dan mengiringi Ida Bhatara menuju Pura masing-masing.
Di suatu sore hari, penyambutan Nyepi dilanjutkan dengan proses melasti di Pura Pasih Kakul.
Bersama Ibunda setelah itu mencari makan untuk sekedar mengisi perut dan mencari suasana.
Patroli ogoh-ogoh dilanjutkan pada malam hari bersama Aan, Cipta, dan Dek Negara.
Kali ini patroli bisa tembus hingga kabupaten Tabanan Bali.
Hampir saja kami tiba di Tanah Lot namun kita urungkan dulu niat tersebut.
Kebanyakan ogoh-ogoh di Tabanan merupakan ogoh-ogoh bongkar pasang.
Seram sih memang, dibuat segede mungkin untuk menambah aura dan mempengaruhi sugesti orang.
Malam melarut, dilanjutkan patroli ogoh-ogoh Banjar Tek-Tek Peguyangan, Gorrila.
Hingga hari pengrupukan dilanjutkan dengan pengarakan ogoh-ogoh dan kumpul bersama menghangatkan suasana.
Inilah pentolan Sekaa Teruna Eka Manggala Danendra, Banjar Tengah Kelurahan Peguyangan. Ada Andi Kokek, Wayan Asmarajaya, Gung Yoga, Ketut Wintara, I Nyoman Radityawan, Sholind, Agus Peklok, Kuduk, Yan Ferry, dan Mang Erick.
Nyepi pun dimulai, amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan.
Malam hari gelap gulita, hanya pecalang dan orang khusus yang boleh bertugas keliling untuk mengamankan situasi.
Satu hari setelah Nyepi disebut dengan Ngembak Geni. Hari ini diriku dan Putu Nuniek Hutnaleontina berkumpul di Bongkase dengan keluarga besarku. Ada Aristawati, Maya Ritawati, Komang Trisna, Gracia, Willy, Ratna, Ibu Sri, Pak De Ama, Pak De Sukartha, Bu Tut, Pak Mang Bangbing, Bu Anik, Anik, dan Kadek Koleh, juga Pak Man Sudana.
Di hari Ngembak Geni ini kita pesta duren, makan bareng dan menikmati sore bersama. Puja dan puji syukur kami panjatkan ke hadirat Mu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Semoga di tahun Caka 1938 ini semuanya lebih baik dan lebih berarti dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. hehe. Astungkara.